Diduga Korupsi, Warga Polisikan Kades Bere dan Fasilitator PAMSIMAS

RUTENG, dawainusa.com – Kepala Desa Bere, Ignasius Beon dan fasilitator PAMSIMAS Kabupaten Manggarai akhirnya dilaporkan ke pihak Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Nusa Tenggara Timur Resor Manggarai terkait dugaan korupsi proyek Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasiskan Masyarakat (PAMSIMAS) yang dijalankan di wilayah Desa Bere, Cibal Barat.

Laporan dugaan korupsi ini disampaikan pada Selasa (20/2) oleh kelompok masyarakat yang tergabung di dalam Forum Tokoh Masyarakat, Tokoh Adat, Tokoh Pemuda Desa Bere.

Koordinator forum, Eka Do kepada Dawainusa.com mengatakan, laporan ini dibuat karena mereka menemukan berbagai indikasi korupsi di dalam pengerjaan proyek PAMSIMAS yang hadir dan dikerjakan di wilayah Desa Bere ini.

Baca juga: Masalah PAMSIMAS di Desa Bere, Siapakah Pemainnya?

“Kami menemukan sejumlah informasi dan fakta bahwa pengerjaan PAMSIMAS di Desa Bere ini tidak benar, telah melanggar prosedur. Program ini juga dikerjakan tumpang tindih di atas jaringan air PPIP,” jelas Eka Do kepada Dawainusa.com.

Warga Desa Bere di Unit Tipidkor Polres Manggarai 2

“Selain itu, dana yang ada dalam proyek PAMSIMAS dengan total Rp150 juta tersebut diduga kuat digunakan secara koruptif oleh Kepala Desa Bere dengan bekerja sama dengan fasilitator PAMSIMAS,” lanjut Eka Do.

Karena itu, Densianus Donsi yang juga menjadi pelapor dugaan korupsi tersebut sekaligus sebagai anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Bere meminta kepada pihak Kepolisian Resor Manggarai agar segera mengusut secara tuntas terkait dengan laporan ini.

Warga Desa Bere di Unit Tipidkor Polres Manggarai

“Kami berharap bahwa masalah yang dilaporkan ini segera diusut secara tuntas sehingga keadilan sebagai cita-cita bersama dapat sungguh ditegakkan dan diwujudkan di Desa Bere,” kata Densianus Donsi kepada Dawainusa.com.

Sekelumit Soal PAMSIMAS di Desa Bere

Sebagaimana diberitakan Dawainusa.com sebelumnya, adanya program PAMSIMAS di Desa Bere ini sama sekali tidak diketahui oleh warga setempat. Sebab, pihak pemerintah desa selaku pemilik wilayah, yaitu tempat hadirnya program tersebut tidak pernah memberikan informasi terkait hal ini kepada warga setempat.

Dari pantauan Dawainusa.com, pada awal pengerjaannya, papan tender yang berisi informasi terkait program PAMSIMAS ini tidak ada di lokasi. Papan tersebut baru terpasang di lokasi setelah sekitar 3 minggu pengerjaan program tersebut berjalan.

“Adanya program PAMSIMAS ini tidak pernah diberitahukan oleh Pemdes. Tidak pernah ada musyarawah di desa tentang program ini sehingga kami sama sekali tidak tahu tentang bagaimana program tersebut baik dari sisi perencanaannya maupun soal pelaksanaannya,” ungkap anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Densianus Dosi kepada Dawainusa.com.

Baca juga: Soal Air Minum, Pemdes Bere Beda Keterangan dengan PAMSIMAS

Diketahui, program air minum dari PAMSIMAS ini seharusnya melibatkan masyarakat setempat, yakni warga Desa Bere sebagai pemilik wilayah. Sebab, dalam aturannya, program ini mesti berbasiskan masyarakat.

Dari penelusuran Dawainusa.com, diketahui bahwa program pengerjaan air minum dari PAMSIMAS tersebut merupakan program Hibah Khusus PAMSIMAS (HKP) yang bersumber dari APBN 2018.

Untuk Kabupaten Manggarai, program HKP ini menyasar di 6 Desa dengan total dana sebesar Rp690 juta. Dari jumlah dana tersebut, Desa Bere sebagai salah satu desa sasaran mendapat gelontoran dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) senilai Rp120 juta.

Dari keterangan Koordinator PAMSIMAS Kabupaten Manggarai, Yohanes Lamba Loy, Selain dana tersebut, ada tambahan dana sharing dari masyarakat setempat, yakni sebesar 20% dengan rincian 4% uang tunai dan 16% dalam bentuk swadaya tenaga kerja.

Adapun 4 persen dari masyarakat setempat berjumlah Rp6 juta dan swadaya tenaga kerja 16 persen atau jika ditunaikan senilai Rp24 juta.

“Sharing dana berupa uang tunai dan swadaya kerja itu syarat yang harus dipenuhi oleh desa sasaran. Dengan demikian keseluruhan total dana dalam pengerjaan ini senilai Rp150 juta,” jelas Yohanes Lamba Loy kepada Dawainusa.com.

Terkait dengan penjelasan Koordinator PAMSIMAS ini, sebelumnya, Densianus Dosi telah mengkritisinya dengan mengatakan, “Kalau memang ada dana sharing seperti itu dan harus dipenuhi oleh masyarakat, lalu dari mana mereka mendapatkannya, sementara tidak ada musyarawah di Desa? Kemudian, kenapa PAMSIMAS ini tetap terlaksana, padahal tidak melibatkan warga di dalamnya?”.

Kades Bere: Pemdes Hanya Menerima Program

Terkait dengan adanya program air minum dari PAMSIMAS ini, dalam forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa (MusrembangDes) pada Sabtu (26/1) lalu, Kepala Desa Bere, Ignasius Beon sempat sedikit memberikan klarifikasi atau penjelasan.

Dalam keterangannya, ia mengatakan bahwa Pemerintah Desa Bere memang menerima program PAMSIMAS ini. Akan tetapi, demikian Ignasius Beon mengaku, dirinya sama sekali tidak tahu terkait perencanaan sampai pada pelaksanaan program tersebut.

“Saya sebagai pemerintah desa hanya menerima program, bahwa program PAMSIMAS itu ada di Desa Bere. Tetapi untuk cara kelolanya di dalam, saya tidak tahu,” kata Kepala Desa Bere, Ignasius Beon dalam kegiatan MusrembangDes di Kantor Desa Bere, Sabtu (26/1).

Baca juga: Warga Pertanyakan Pengerjaan Air Minum dari PAMSIMAS di Desa Bere

Apa yang disampaikan oleh Kepala Desa Bere, Ignasius Beon yang mengaku bahwa Pemerintah Desa hanya terlibat sebagai penerima program PAMSIMAS itu berbeda dengan keterangan yang disampaikan oleh fasilitator PAMSIMAS, Robi Da.

Dari keterangan yang dikemukakan oleh Robi Da, Pemerintah Desa Bere tidak hanya berlaku sebagai penerima program PAMSIMAS. Akan tetapi, mereka juga turut mengambil bagian dalam perencanaan program ini seperti soal pembentukan Kelompok Kerja Masyarakat (KKM).

“Saat ke Desa Bere, saya hadir dan menyaksikan pembentukan KKM (Kelompok Kerja Masyarakat) di sana bersama warga setempat,” ungkap Robi Da, fasilitator PAMSIMAS yang diketahui pernah melakukan survey di Desa Bere kepada Dawainusa.com.

Sekdes Bere: Tidak Pernah Ada Pembentukan KKM

Sementara itu, senada dengan keterangan yang disampaikan oleh Kades Bere, Sekretaris Desa Bere, Dede Do sendiri juga menegaskan bahwa memang benar pemerintah desa sama sekali tidak tahu terkait dengan cara kelola PAMSIMAS.

“Kami hanya menerima sosialisasi awal tentang adanya PAMSIMAS yang akan masuk di Desa Bere,” jelas Dede Do kepada Dawainusa.com, Jumat (1/1).

Terkait dengan keterangan Robi Da yang menyebutkan bahwa sudah pernah ada pembentukan Kelompok Kerja Masyarakat (KKM) dalam perencanaan pelaksanaan program PAMSIMAS di Desa Bere ini, Dede Do berpendapat lain.

Baca juga: Diduga Korupsi, Kades Bere Tolak Diwawancara, Ada Apa?

Ia menegaskan bahwa apa yang diungkapkan oleh Robi Da tersebut sama sekali tidak benar. Sebab, sebagai perangkat desa, ia sama sekali tidak pernah tahu bahwa pernah ada pembentukan KKM di Desa Bere untuk program air minum dari PAMSIMAS ini.

“Yang disampaikan oleh Robi Da itu sangat tidak benar. Sebagai Kepala Sekretariat, saya tidak pernah mengeluarkan surat untuk menghadirkan warga Desa Bere dalam rangka pembentukan KKM,” tutur Dede Do.

“Kalau memang benar yang disampaikan oleh Robi Da bahwa pernah dibentuk KKM di Desa Bere untuk program PAMSIMAS, saya ingin bertanya kepada beliau, siapa saja anggota dari KKM tersebut?” lanjut Dede Do.*

Selengkapnya: Diduga Korupsi, Warga Polisikan Kades Bere dan Fasilitator PAMSIMAS

#dawai #nusa #nusantara

Kemocengrapi: https://www.dawainusa.com/diduga-korupsi-warga-polisikan-kades-bere-dan-fasilitator-pamsimas/

Masalah PAMSIMAS di Desa Bere, Siapakah Pemainnya?

OMONG DENG, dawainusa.com – Program air minum bersih dengan sumber dana dari Program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS) yang dikerjakan di wilayah Desa Bere masih menuai polemik dan menimbulkan sejumlah tanda tanya besar.

Pasalnya, program yang diketahui memiliki dana sebesar Rp150 juta ini dikerjakan tanpa melalui prosedur yang benar. Dilansir beberapa berita yang diturunkan Dawainusa.com, program ini dijalankan tanpa ada partisipasi dari masyarakat.

Seperti diterangkan oleh salah satu anggota Badan Permusyawaratan Desa (BDP) Bere, Densianus Dosi, kehadiran PAMSIMAS di Desa Bere ini sama sekali tidak diketahui oleh warga setempat. Bahkan masyarakat Desa Bere justru bertanya-tanya secara khusus terkait keberadaan dan status PAMSIMAS ini.

Baca juga: Soal Air Minum, Pemdes Bere Beda Keterangan dengan PAMSIMAS

Apalagi, di awal pengerjaannya, papan tender yang berisi informasi tentang program ini juga tidak ada di lokasi. Papan tersebut baru terpasang di lokasi setelah sekitar 3 minggu pengerjaan program tersebut berjalan.

“Adanya program PAMSIMAS ini tidak pernah diberitahukan oleh Pemdes. Tidak pernah ada musyarawah di desa tentang program ini sehingga kami sama sekali tidak tahu tentang bagaimana program tersebut baik dari sisi perencanaannya maupun soal pelaksanaannya,” ungkap Densianus Dosi.

Meski tidak diketahui apalagi melibatkan warga Desa Bere mulai dari perencanaan hingga pada saat pengerjaannya, pada kenyataannya, PAMSIMAS ini tetap dikerjakan di atas wilayah Desa Bere.

Situasi ini kemudian menimbulkan tanda tanya besar dan kecurigaan baik dari masyarakat Desa Bere sendiri, termasuk dari saya pribadi, maupun dari publik yang mengetahui bagaimana seharusnya prosedur tentang PAMSIMAS.

Beberapa Tanda Tanya

Bagi saya pribadi atau mungkin juga bagi publik, ada beberapa pertanyaan yang mesti diajukan terkait dengan adanya PAMSIMAS di Desa Bere ini. Pertama, kenapa program tersebut tetap dikerjakan, padahal sudah jelas bahwa hal itu tidak diketahui apalagi melibatkan warga masyarakat setempat?

Pertanyaan ini sangat penting dilontarkan mengingat PAMSIMAS tersebut dalam prosesnya, yakni sesuai dengan aturan yang ada, mulai dari perencanaan hingga pada pelaksanaannya mesti melibatkan seluruh masyarakat sebagai pemilik wilayah tempat program ini hadir, dalam hal ini ialah warga Desa Bere.

Keterlibatan masyarakat dalam program ini sangat penting. Sebab, salah satu syarat agar PAMSIMAS tersebut bisa dikerjakan ialah bahwa harus ada dana sumbangan dari pihak masyarakat dalam bentuk In Cash dan In Kind.

Dalam konteks PAMSIMAS yang hadir di Desa Bere, dari informasi yang tersedia di papan tender, untuk pengerjaan PAMSIMAS ini, total dana secara rinci yang harus dikeluarkan ialah dari APBN (80%) Rp120 juta, dana kontribusi masyarakat dalam bentuk In Cash sebesar 4% (Uang Tunai Murni) Rp6 juta dan dalam bentuk In Kind 6% (Tenaga) Rp24juta.

Papan Informasi tentang PAMSIMAS di Desa Bere – Foto: Dawainusa.com

Dengan merujuk pada informasi yang tertera pada papan tender tersebut, sudah jelas bahwa terlaksananya PAMSIMAS ini sangat ditentukan oleh kesepakatan masyarakat yang ada di wilayah tempat PAMSIMAS itu hadir. Terkait salah satu syarat yang harus dipenuhi ini, Koordinator PAMSIMAS Kabupaten Manggarai, Yohanes Lamba Loy telah menegaskannya.

Baca juga: Warga Pertanyakan Pengerjaan Air Minum dari PAMSIMAS di Desa Bere

Ia dengan terang mengatakan, “Sharing dana berupa uang tunai dan swadaya kerja itu syarat yang harus dipenuhi oleh desa sasaran. Dengan demikian keseluruhan total dana dalam pengerjaan ini senilai Rp150 juta,” jelas Yohanes Lamba Loy.

Itu berarti, ketika masyarakat setempat (Warga Desa Bere) tidak bersedia mengeluarkan dana dalam bentuk yang sudah disebutkan itu, PAMSIMAS tidak bisa dikerjakan di wilayah tersebut. Akan tetapi, sekali lagi, kenapa PAMSIMAS tetap dikerjakan di Desa Bere?

Kedua, hal lain yang bisa ditanyakan ialah soal pengakuan yang dinyatakan oleh Kepala Desa Bere Ignasius Beon dalam MusrembangDes yang dilaksanakan di Kantor Desa Bere pada Sabtu (26/1).

Saat itu, Ignasius Beon, sebagai Pemimpin Desa Bere mengatakan bahwa adanya PAMSIMAS ini memang diketahui oleh Pemerintah Desa. Akan tetapi, demikian Ignasius Beon mengaku, dirinya sama sekali tidak tahu terkait perencanaan sampai pada pelaksanaan program tersebut.

“Saya sebagai pemerintah desa hanya menerima program, bahwa program PAMSIMAS itu ada di Desa Bere. Tetapi untuk cara kelolanya di dalam, saya tidak tahu,” kata Kepala Desa Bere, Ignasius Beon dalam kegiatan MusrembangDes di Kantor Desa Bere.

Kepala Desa Bere, Ignasius Beon – Foto: Facebook Ignasius Beon

Jawaban Kades Bere ini tentu sangat ajaib. Kenapa demikian? Ada beberapa pertimbangan yang dapat dirumuskan demikian. Pertama, kenapa ketika PAMSIMAS ini hadir di Desa Bere, dirinya tidak memberitahukan hal itu kepada masyarakat setempat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi di wilayah itu?

Bukankah seharusnya, segala hal yang masuk ke desa, dalam hal ini ialah hal-hal yang memiliki tujuan untuk pembangunan di wilayah desa itu sebagaimana soal PAMSIMAS ini mesti diketahui oleh masyarakat di wilayah desa itu?

Hal berikut yang bisa dipersoalkan atas jawaban Kades Bere tersebut ialah soal pengakuannya bahwa dalam hal PAMSIMAS, Pemerintah Desa hanya terlibat sebagai penerima program, mereka sama sekali tidak mengetahui cara kelola program tersebut.

Pertanyaannya ialah apakah benar bahwa Pemerintah Desa hanya sebagai penerima program dan tidak mengetahui cara kelola program tersebut? Bukankah seharusnya ketika ada program yang masuk ke wilayah Desa Bere, pemerintah setempat wajib mengetahui bagaimana sebenarnya cara kelola program tersebut?

Soal jawaban Kades Bere ini, saya sendiri meragukan kebenarannya. Saya semakin ragu ketika pengakuan Kades Bere ini justru berbeda dengan keterangan yang diucapkan oleh fasilitator PAMSIMAS yang diketahui melakukan survey di Desa Bere, yakni Robi Da.

Sebagaimana diberitakan Dawainusa.com, Robi Da mengungkapkan demikian, “Saat ke Desa Bere, saya hadir dan menyaksikan pembentukan KKM (Kelompok Kerja Masyarakat) di sana bersama warga setempat.”

Jawaban Robi Da ini patut dikritisi dengan membandingkannya dengan keterangan yang disampaikan oleh Kades Bere Ignasius Beon. Saya melihat bahwa jawaban Robi Da ini menyiratkan suatu “kebenaran” bahwa Pemerintah Desa Bere sebenarnya turut terlibat di dalam perencanaan (dan atau bahkan dalam pengerjaan PAMSIMAS ini), bukan hanya sebagai penerima program sebagaimana dalam pengakuan Kades Bere.

Sebab, tidak mungkin KKM yang melibatkan warga, seperti diterangkan oleh Robi Da itu, dibentuk tanpa disampaikan kepada Pemerintah Desa. Mungkinkah pembentukan KKM, sebagaimana diungkapkan oleh Robi Da, tidak melibatkan Pemerintah Desa Bere?

Siapa yang Bermain di Dalamnya?

Meski demikian, jawaban Robi Da soal pembentukan KKM ini tetap menimbulkan kecurigaan besar, apakah keterangannya itu memang benar adanya? Kalau memang benar bahwa sudah dibentuk KKM di Desa Bere, lalu siapa orang-orang di dalamnya?

Atau apakah pengakuan Robi Da ini justru “mengada-ada”, sebab Sekretaris Desa Bere sendiri, yakni Dede Do sudah mengeluarkan keterangan bahwa sebagai Kepala Sekretariat di Desa Bere, ia sama sekali tidak pernah mengeluarkan surat untuk mengundang warga Desa Bere dalam rangka pembentukan KKM sebagaimana diklaim oleh Robi Da tersebut.

Baca juga: Diduga Korupsi, Kades Bere Tolak Diwawancara, Ada Apa?

“Yang disampaikan oleh Robi Da itu sangat tidak benar. Sebagai Kepala Sekretariat, saya tidak pernah mengeluarkan surat untuk menghadirkan warga Desa Bere dalam rangka pembentukan KKM,” tutur Dede Do.

Keterangan yang berbeda dari Pemerintah Desa Bere dengan fasilitator PAMSIMAS membawa publik, termasuk saya pribadi pada suatu tanda tanya besar bahwa siapa sebenarnya yang bebohong di antara mereka?

Apakah ada transaksi gelap di dalam program PAMSIMAS yang ada di Desa Bere ini? Kalau benar ada transaksi gelap itu, siapakah pemain-pemain di dalamnya? Apakah fasilitator PAMSIMAS atau Pemerintah Desa Bere sendiri? Pertanyaan ini patut diselidiki secara terang benderang untuk menemukan kepastian akan jawabannya.*

*Yones Hambur

Warga Desa Bere

Selengkapnya: Masalah PAMSIMAS di Desa Bere, Siapakah Pemainnya?

#dawai #nusa #nusantara

Kemocengrapi: https://www.dawainusa.com/masalah-pamsimas-di-desa-bere-siapakah-pemainnya/

Soal Air Minum, Pemdes Bere Beda Keterangan dengan PAMSIMAS

FOKUS, dawainusa.com – Program air minum bersih yang dikerjakan di wilayah Desa Bere, Cibal Barat, Manggarai, NTT dengan total anggaran Rp150 juta, yang bersumber dari Program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS) menyisahkan sejumlah persoalan.

Sebagaimana diberitakan Dawainusa.com sebelumnya, adanya program PAMSIMAS di Desa Bere ini sama sekali tidak diketahui oleh warga setempat. Sebab, pihak pemerintah desa selaku pemilik wilayah, yaitu tempat hadirnya program tersebut tidak pernah memberikan informasi terkait hal ini kepada warga setempat.

Dari pantauan Dawainusa.com, pada awal pengerjaannya, papan tender yang berisi informasi terkait program PAMSIMAS ini tidak ada di lokasi. Papan tersebut baru terpasang di lokasi setelah sekitar 3 minggu pengerjaan program tersebut berjalan.

“Adanya program PAMSIMAS ini tidak pernah diberitahukan oleh Pemdes. Tidak pernah ada musyarawah di desa tentang program ini sehingga kami sama sekali tidak tahu tentang bagaimana program tersebut baik dari sisi perencanaannya maupun soal pelaksanaannya,” ungkap anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Densianus Dosi kepada Dawainusa.com.

Diketahui, program air minum dari PAMSIMAS ini seharusnya melibatkan masyarakat setempat, yakni warga Desa Bere sebagai pemilik wilayah. Sebab, dalam aturannya, program ini mesti berbasiskan masyarakat.

Baca juga: Penjelasan Koordinator PAMSIMAS Terkait Pengerjaan Air Bersih di Desa Bere

Dari penelusuran Dawainusa.com, diketahui bahwa program pengerjaan air minum dari PAMSIMAS tersebut merupakan program Hibah Khusus PAMSIMAS (HKP) yang bersumber dari APBN 2018.

Untuk Kabupaten Manggarai, program HKP ini menyasar di 6 Desa dengan total dana sebesar Rp690 juta. Dari jumlah dana tersebut, Desa Bere sebagai salah satu desa sasaran mendapat gelontoran dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) senilai Rp120 juta.

Dari keterangan Koordinator PAMSIMAS Kabupaten Manggarai, Yohanes Lamba Loy, Selain dana tersebut, ada tambahan dana sharing dari masyarakat setempat, yakni sebesar 20 persen dengan rincian 4 persen uang tunai dan 16 persen dalam bentuk swadaya tenaga kerja.

Adapun 4 persen dari masyarakat setempat berjumlah Rp6 juta dan swadaya tenaga kerja 16 persen atau jika ditunaikan senilai Rp24 juta.

“Sharing dana berupa uang tunai dan swadaya kerja itu syarat yang harus dipenuhi oleh desa sasaran. Dengan demikian keseluruhan total dana dalam pengerjaan ini senilai Rp150 juta,” jelas Yohanes Lamba Loy kepada Dawainusa.com.

Koordinator PAMSIMAS Kabupaten Manggarai, Yohanes Lamba Loy – Foto: Dawainusa.com

Terkait dengan penjelasan Koordinator PAMSIMAS ini, Densianus Dosi mengatakan, “Kalau memang ada dana sharing seperti itu dan harus dipenuhi oleh masyarakat, lalu dari mana mereka mendapatkannya, sementara tidak ada musyarawah di Desa? Kemudian, kenapa PAMSIMAS ini tetap terlaksana, padahal tidak melibatkan warga di dalamnya?”.

Kades Bere: Pemdes Hanya Menerima Program

Terkait dengan adanya program air minum dari PAMSIMAS ini, dalam forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa (MusrembangDes) pada Sabtu (26/1) lalu, Kepala Desa Bere, Ignasius Beon sempat sedikit memberikan klarifikasi atau penjelasan.

Dalam keterangannya, ia mengatakan bahwa Pemerintah Desa Bere memang menerima program PAMSIMAS ini. Akan tetapi, demikian Ignasius Beon mengaku, dirinya sama sekali tidak tahu terkait perencanaan sampai pada pelaksanaan program tersebut.

“Saya sebagai pemerintah desa hanya menerima program, bahwa program PAMSIMAS itu ada di Desa Bere. Tetapi untuk cara kelolanya di dalam, saya tidak tahu,” kata Kepala Desa Bere, Ignasius Beon dalam kegiatan MusrembangDes di Kantor Desa Bere, Sabtu (26/1).

Kepala Desa Bere, Ignasius Beon – Foto: Facebook Ignasius Beon

Baca juga: Warga Pertanyakan Pengerjaan Air Minum dari PAMSIMAS di Desa Bere

Apa yang disampaikan oleh Kepala Desa Bere, Ignasius Beon yang mengaku bahwa Pemerintah Desa hanya terlibat sebagai penerima program PAMSIMAS itu berbeda dengan keterangan yang disampaikan oleh fasilitator PAMSIMAS, Robi Da.

Dari keterangan yang dikemukakan oleh Robi Da, Pemerintah Desa Bere tidak hanya berlaku sebagai penerima program PAMSIMAS. Akan tetapi, mereka juga turut mengambil bagian dalam perencanaan program ini seperti soal pembentukan Kelompok Kerja Masyarakat (KKM).

“Saat ke Desa Bere, saya hadir dan menyaksikan pembentukan KKM (Kelompok Kerja Masyarakat) di sana bersama warga setempat,” ungkap Robi Da, fasilitator PAMSIMAS yang diketahui pernah melakukan survey di Desa Bere kepada Dawainusa.com.

Sekdes Bere: Tidak Pernah Ada Pembentukan KKM

Sementara itu, senada dengan keterangan yang disampaikan oleh Kades Bere, Sekretaris Desa Bere, Dede Do sendiri juga menegaskan bahwa memang benar pemerintah desa sama sekali tidak tahu terkait dengan cara kelola PAMSIMAS.

“Kami hanya menerima sosialisasi awal tentang adanya PAMSIMAS yang akan masuk di Desa Bere,” jelas Dede Do kepada Dawainusa.com, Jumat (1/1).

Terkait dengan keterangan Robi Da yang menyebutkan bahwa sudah pernah ada pembentukan Kelompok Kerja Masyarakat (KKM) dalam perencanaan pelaksanaan program PAMSIMAS di Desa Bere ini, Dede Do berpendapat lain.

Baca juga: Diduga Korupsi, Kades Bere Tolak Diwawancara, Ada Apa?

Ia menegaskan bahwa apa yang diungkapkan oleh Robi Da tersebut sama sekali tidak benar. Sebab, sebagai perangkat desa, ia sama sekali tidak pernah tahu bahwa pernah ada pembentukan KKM di Desa Bere untuk program air minum dari PAMSIMAS ini.

“Yang disampaikan oleh Robi Da itu sangat tidak benar. Sebagai Kepala Sekretariat, saya tidak pernah mengeluarkan surat untuk menghadirkan warga Desa Bere dalam rangka pembentukan KKM,” tutur Dede Do.

“Kalau memang benar yang disampaikan oleh Robi Da bahwa pernah dibentuk KKM di Desa Bere untuk program PAMSIMAS, saya ingin bertanya kepada beliau, siapa saja anggota dari KKM tersebut?” lanjut Dede Do.*

Selengkapnya: Soal Air Minum, Pemdes Bere Beda Keterangan dengan PAMSIMAS

#dawai #nusa #nusantara

Kemocengrapi: https://www.dawainusa.com/soal-air-minum-pemdes-bere-beda-keterangan-dengan-pamsimas/

Serbuan Lalat dari Peternakan Ayam Petelur Resahkan Warga Compang Tuke

RUTENG, dawainusa.com – Serbuan lalat yang berasal dari peternakan ayam petelur milik Cv. Tri Mitra Bahagia yang berlokasi di Mena, Kelurahan Compang Tuke, Kecamatan Langke Rembong meresahkan warga.

Warga yang berada tidak jauh dari lokasi peternakan itu mengalami hal ini sejak 2017 lalu atau selama dua tahun terakhir. Alfonsisus Dabur, salah seorang warga yang rumahnya diserbu lalat kepada Dawainusa.com mengatakan, dia bersama keluarganya merasa terganggu dengan keberadaan lalat-lalat tersebut.

Baca juga: Bincang Digital: Facebook dan Bangunan Etika

“Kami terganggu dengan lalat-lalat ini pak. Ada ribuan dan mungkin jutaan lalat serang rumah kami, baik di ruang makan, kamar mandi maupun di dapur. Kami sangat terganggu dengan keadaaan ini,” kata Dabur di kediamannya, Kamis (31/01).

Selain itu, Dabur yang rumahnya berjarak sekitar 300 meter dari lokasi peternakan mengaku, dia bersama keluarga bahkan harus berbagi makanan dengan lalat-lalat yang semakin hari semakin banyak.

“Kami juga tidak bisa makan dengan tenang. Sebelum makan, biasanya sudah banyak lalat menyerbu piring dan alat makan yang lain. Kami tidak tahan dengan situasi ini,” ujarnya.

Sudah Lapor Pemerintah, Tapi Tidak Ada Solusi

Tak hanya Alfonsius Dabur, Salestinus Steky Surono, warga lain yang menjadi korban serbuan lalat dari peternakan ayam mengaku, dirinya sangat dirugikan karena sering mendapat keluhan dari pembeli karena banyaknya lalat.

“Kami dirugikan dengan lalat-lalat dari peternakan ini. Banyak pelanggan kita yang complain soal kebersihan toko karena lalat ada dimana-mana,” ujar Surono.

Dia menuturkan, jumlah lalat yang menyerbu tempat usahanya kian bertambah beberapa bulan terakhir. Bertambahnya jumlah lalat ini diduga karena jumlah ayam di peternakan itu semakin banyak.

Baca juga: Penjelasan Koordinator PAMSIMAS Terkait Pengerjaan Air Bersih di Desa Bere

Menurutnya, Dia dan Alfonsius Dabur serta warga di sekitar peternakan selama ini telah mengajukan keberatan melalui RT, RW dan Lurah Compang Tuke. Akan tetapi, hingga saat ini, masalah tak kunjung tuntas.

“Kami sudah lapor RT, RW dan Lurah. Waktu itu ada surat dari Lurah untuk panggil pemilik usaha bertemu warga di kantor Lurah. Waktu di Kantor Lurah pemilik usaha tidak hadir, yang hadir malah karyawan. Lurah perintahkan Peternakan untuk atasi masalah tapi sampai sekarang tidak ada realisasi,” jelas Surono.

Pemilik Peternakan yang diketahui bernama Yudi berdasarkan informasi dari pekerja di peternkan, saat ini berada di Surabaya, Jawa Timur.

Pemilik Peternakan Usir Wartawan

Untuk melihat lansung kondisi peternakan itu, bersama warga setempat Dawainusa.com dan beberapa awak media lain mendatangi lansung peternakan.

Di dalam peternakan, awak media sempat bertemu dengan karyawan yang merupakan penanggung jawab. Pria bernama Surip itu, bungkam saat ditanya awak media terkait persoalan yang dikeluhkan warga.

Surip sempat menjelaskan kepada wartawan terkait jumlah ayam pada peternakan itu sebanyak 7000 ekor ayam petelur. Selanjutnya, dia meminta awak media untuk menunggu karena harus berkonsultasi dengan Yudi melalui telepon.

Baca juga: Warga Pertanyakan Pengerjaan Air Minum dari PAMSIMAS di Desa Bere

Usai berbincang dengan Yudi melalui telepon, Surip selanjutnya meminta awak media pulang atas perintah Yudi sang pemilik peternakan.

“Sampean (Anda) diminta pulang dari sini, itu perintah bos. Katanya, kalian masuk tanpa izin di tempat ini,” kata Surip meniru pernyataan Yudi di telepon dengan nada marah.

Permintaan Surip diladeni oleh awak media dengan meninggalkan tempat tersebut. Meski terdengar beberapa kali surip memanggil kembali, awak media yang tidak terima dengan perlakuan pihak peternakan memilih pulang.*(Elvis Yunani).

Selengkapnya: Serbuan Lalat dari Peternakan Ayam Petelur Resahkan Warga Compang Tuke

#dawai #nusa #nusantara

Kemocengrapi: https://www.dawainusa.com/serbuan-lalat-dari-peternakan-ayam-petelur-resahkan-warga-compang-tuke/