Diduga Korupsi, Kades Bere Tolak Diwawancara, Ada Apa?

RUTENG, dawainusa.com – Kepala Desa Bere, Cibal Barat, Manggarai, NTT, Ignasius Beon menolak untuk diwawancarai oleh media terkait dugaan korupsi pengerjaan air minum bersih di wilayahnya, yang diduga melibatkan dirinya.

Seperti diketahui, pada Sabtu (22/12) lalu, dawainusa.com menurunkan berita berjudul “Soal Air Minum, dari Sebut Kades Bere Bohong hingga Dugaan Korupsi”. Adapun untuk memastikan kebenaran di balik dugaan korupsi sebagaimana disampaikan melalui berita tersebut, dawainusa.com sudah beberapa kali menghubungi Kades Bere via telepon.

Pertama kali dawainusa.com menghubungi Kades Bere pada Minggu (23/12). Akan tetapi, saat itu, nomor telepon Kades Bere tidak dapat dihubungi. Pada Senin (24/12), dawainusa.com kembali menghubungi Kades Bere.

Baca juga: Warga Minum Air Kali, Kades Bere: Tak Pernah Ada Usulan Pembangunan Air Bersih

Saat itu, nomor yang dipakai Kades Bere dapat dijangkaui alias aktif. Tetapi Kades Bere tidak memberikan jawaban. Dawainusa.com menghubungi Kades Bere sebanyak tiga kali. Akan tetapi, semuanya tidak ada yang direspon.

Kemudian, pada Selasa (25/12), dawainusa.com kembali menghubungi Kades Bere. Akan tetapi, meskipun nomornya aktif, Kades Bere tetap tidak memberikan jawaban.

Pada Rabu (26/12), dawainusa.com memutuskan untuk menghubungi Kades Bere memakai nomor telepon yang berbeda. Tidak lama setelah nomornya tersambung, Kades Bere kemudian memberikan respon dengan mengangkat panggilan masuk dari dawainusa.com.

Akan tetapi, setelah ia mengetahui bahwa nomor yang menghubunginya itu ialah nomor wartawan. Ia mengatakan tidak akan memberikan klarifikasi soal dugaan korupsi tersebut. Ia menyatakan demikian karena dirinya tidak mau diwawancarai via telepon. “Saya tidak mau wawancara lewat telepon,” kata Kades Bere, Ignasius Beon kepada dawainusa.com.

Soal Dugaan Korupsi yang Dilakukan oleh Kades Bere

Adapun dugaan korupsi ini ditemukan dawainusa.com dari sejumlah keterangan yang disampaikan oleh berbagai sumber. Sebagaimana dalam berita yang diterbitkan dawainusa.com sebelumnya, dijelaskan bahwa, dari keterangan sumber yang tidak mau disebutkan namanya, pada bulan Mei lalu, ada tim dari kabupaten yang melakukan sosialisasi program di Desa Bere bersama para aparat desa.

Program itu diketahui ialah PAMSIMAS (Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat), yakni salah satu program yang dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia dengan dukungan Bank Dunia. Program ini difokuskan untuk wilayah perdesaan dan pinggiran kota.

“Pada saat sosialisasi, tim dari kabupaten – sebagai fasilitator program PAMSIMAS ini – meminta kepada Pemerintah Desa untuk melakukan identifikasi masalah yang ada di Desa Bere. Saat itu, aparat desa mengungkapkan kepada tim tersebut bahwa masalah utama yang terjadi di Desa Bere ialah air minum bersih,” ungkap sumber tersebut.

Bahkan, pada saat sosialisasi ini, sumber itu mengatakan bahwa dirinya pernah menyuarakan, “Kalau bisa program PAMSIMAS ini dipakai untuk pengadaan air minum bersih di Kampung Nanga. Sebab, Kampung Nanga merupakan satu-satunya kampung yang ada di desa tersebut yang tidak tersentuh oleh air minum bersih.”

“Namun, pada saat sosialisasi program tersebut, tidak ada kejelasan apakah Pemerintah Desa Bere akan menindaklanjuti hal tersebut. Tiba-tiba, pada bulan November lalu, ada beberapa pipa yang didatangkan ke Desa Bere dan diturunkan tepat di depan rumah pribadi Kepala Desa Bere yang terletak di Kampung Akel,” jelas dia.

“Beberapa minggu lalu, pipa tersebut digunakan untuk pemeliharaan jaringan air yang bersumber dari “Wae Ngeluk”. Semua pipa lama yang ada diganti dengan pipa yang baru. Padahal pipa lama (yang diketahui berasal dari PPIP atau Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan tahun 2014/2015 dengan total dana Rp250 juta) masih sangat bagus. Kalau dilihat dari kualitasnya, pipa lama itu sangar kuat, karena terbuat dari bahan karet, dan tidak mudah pecah walaupun diinjak ban mobil,” jelas sumber tersebut.

Baca juga: Keluhan Warga Kampung Nanga Soal Air Minum Bersih

Sumber tersebut mengungkapkan bahwa pemeliharaan jaringan air tersebut tidak pernah disinggung apalagi dibicarakan di dalam rapat atau musyawarah desa. Masyarakat Desa Bere sendiri juga mengaku, mereka tidak tahu bahwa akan ada pengerjaan jaringan air di desanya. Apalagi, saat pengerjaannya, tidak ada papan tender yang terpasang di sana.

Lebih lanjut, kepada Dawainusa.com, seorang sumber yang tidak mau disebutkan namanya juga mengatakan bahwa ada dugaan bahwa dana yang dipakai dalam pengerjaan pemeliharaan jaringan air tersebut bersumber dari program PAMSIMAS.

Ia bahkan mengatakan bahwa dari informasi yang diketahuinya, ada dugaan bahwa dana yang didapatkan dari program PAMSIMAS untuk persoalan air minum bersih di Desa Bere itu mencapai Rp175 juta.

Selain itu, sumber tersebut juga melaporkan bahwa anggota-anggota pelaksana program tersebut tidak ditetapkan melalui musyawarah desa. Ia mengatakan, semua anggota yang mengerjakan program itu ditetapkan secara sepihak oleh Kades Bere.

Padahal, demikian dia, berdasarkan ketentuan Undang-undang, semuanya harus melalui musyawarah desa. Apalagi, jelas dia, ada badan khusus di desa yang sebenarnya bertanggung jawab untuk persoalan air ini.

“Ada divisi yang mengurus segala hal terkait air. Orang-orang di dalamnya ditentukan secara resmi melalui musyawarah desa. Mereka bahkan mendapatkan gaji setiap bulan dari Dana Desa. Tetapi, saat pengerjaan air ini, mereka ini tidak dipakai. Ada apa?” kata sumber tersebut.

Bahkan ia menemukan bahwa setelah diselidiki soal jumlah pengeluaran untuk pembelian pipa yang digunakan dalam pengerjaan pemeliharaan jaringan air yang sudah berlangsung tersebut, hanya menghabiskan dana mencapai Rp36 juta. Karena itu, ia mempertanyakan;

“Kalau memang benar dugaan bahwa pengerjaan pemeliharaan jaringan air tersebut ialah dari program PAMSIMAS dengan jumlah dana mencapai Rp175 juta, kemana sisa dana tersebut, yakni yang jumlahnya Rp139 juta?”.*

Selengkapnya: Diduga Korupsi, Kades Bere Tolak Diwawancara, Ada Apa?

#dawai #nusa #nusantara

Kemocengrapi: https://www.dawainusa.com/diduga-korupsi-kades-bere-tolak-diwawancara-ada-apa/

Seorang Warga Ponu Mengaku Dianiaya Rombongan Bupati TTU

KEFAMENANU, dawainusa.com – Yoakim Ulu Manehat, seorang warga dari RT 002/RW 001, Desa Ponu, Kecamatan Biboki Anleu, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) mengaku dianiaya oleh rombongan Bupati Kabupaten TTU, Raymundus Sau Fernandes, saat melakukan kunjungan ke desa tersebut.

Kejadian tersebut bermula ketika Bupati TTU dan rombongannya tiba di desa Ponu pada Jumat (21/12) siang, untuk mengunjungi lokasi SP1 yang direncanakan untuk menjadi lokasi tambak garam oleh Pemerintah Kabupaten TTU.

Baca juga: Gubernur Papua: Momen Natal, Tidak Boleh Ada TNI dan Polri di Nduga

Kronologi Kejadian

Yoakim menuturkan, karena Bupati dan rombongan tiba lebih awal di lokasi tambak garam tersebut, ia bersama sejumlah warga lain menyusulnya ke sana untuk menyampaikan keluhan mereka kepada orang nomor satu di Kabupaten TTU itu.

“Saya minta tolong supaya sosialisasikan ke kami dulu, karena kami lahan SP 1 sekitar 300 hektar ini setiap tahun kami kerja sawah. Kalau bapak sudah jadi tambak garam, kami ini mau harap apa lagi,” terang Yoakim seperti dilansir Pos Kupang, Jumat (21/12).

Tidak terima dengan perlakuan tersebut, tutur Yoakim, Bupati TTU dua periode itu turun dari mobil dan menanyakan kapasitas Yoakim sehingga berani bertanya tentang lokasi tambak kepada bupati.

“Dia turun, kemudian dia bilang lu mau apa? Lu sebagai apa? Dia kejar saya teputar-teputar, mereka mau pukul saya tidak bisa, akhirnya sopir, ajudan, dan kepala dinas keroyok saya. Mereka banting saya, mereka cekik saya disini,” jelas Yoakim.

Tidak hanya sebatas mencekik lehernya, lanjut Yoakim, ajudan, supir dan kepala dinas perikanan juga ikut menendang dirinya.

Baca juga: Latar Indonesia, Saat ‘Malam Kudus’ Diciptakan 200 Tahun Lalu

“Mereka tendang saya. Yang sopir nama Man itu tendang saya, mereka tendang saya sampai terjatuh ke tanah. Akhirnya Pak Bupati datang, saya lari lagi. Lari sekitar 15 meter, saya menghindar, akhirnya orang tua dong tegur bilang pulang sudah,” terangnya.

Karena merasa nyawanya terancam, tambah Yoakim, ia kemudian lari meninggalkan lokasi tersebut. Sekitar 15 meter, banyak orang tua yang berada di sekitar lokasi kejadian yang menyarankan untuk pulang kembali ke rumahnya.

“Saya juga pulang ke Ponu, tiba-tiba Kasat Pol PP datang dari Atambua ikut saya di rumah. Habis itu mereka bawa saya ke Polsek Ponu untuk ambil keterangan. Saya sudah ambil keterangan disana tapi mereka bilang harus ke Polres. Saya juga ikut ke Polres. Saya sudah lapor di Polsek Ponu tadi,” jelasnya.

Menurut Yoakim, ia hanya ingin meminta kepada Bupati TTU dan pihak perusahaan garam agar memberikan sosialisasi kepada masyarakat pemilik sawah sehingga masyarakat dapat mengetahui manfaat kehadiran tambak garam di desa Ponu tersebut.

“Kami minta Pak Bupati dan pihak perusahaan garam kasih kami sosialisasi dulu, supaya kami tau manfaatnya apa. Saya minta begitu. Dia kejar saya, saya angkat tangan minta maaf bapak. Saya ini hanya masyarakat, saya hanya minta tolong sosialisasi kepada kami,” ungkap Yoakim.

Bupati TTU Bantah Aniaya Warganya

Menanggapi pertanyaan wartawan terkait adanya aduan warga soal penganiayaan tersebut, Bupati TTU, Raymundus Sau Fernandes menjelaskan, tidak benar bahwa dirinya bersama rombongan menganiaya warganya atas nama Yoakim Ulu Manehat.

“Kalau informasi begitu tidak benar. Saya hanya tanya, kalau saudara maki-maki begini tujuannya apa? Sebenarnya kalau mau pukul-pukul saja. Saya juga tidak berdekatan karena dihalangi oleh ajudan dan banyak orang yang ada disitu. Bukan hanya satu dua orang. Saya tidak mendorong. Tidak ada keuntungan kalau saya mendorong,” jelasnya kepada Pos Kupang, Sabtu (22/12).

Baca juga: Prabowo Akan Hadiri Natal Nasional Gerindra di Atambua

Terkait pengakuan Yoakim Ulu Manehat mengenai adanya penganiayaan, Raymundus menjelaskan, hal itu hanya pengakuan dia saja, sebetulnya tidak ada aksi penganiayaan.

“Jadi pengakuan dia, silahkan itu dia punya hak. Mengalihkan dari tindakan dia menghalang-halangi pemerintah untuk melihat SP2 dan SP1 itu dia punya hak,” tegasnya.*

Selengkapnya: Seorang Warga Ponu Mengaku Dianiaya Rombongan Bupati TTU

#dawai #nusa #nusantara

Kemocengrapi: https://www.dawainusa.com/seorang-warga-ponu-mengaku-dianiaya-rombongan-bupati-ttu/

Soal Air Minum, dari Sebut Kades Bere Bohong hingga Dugaan Korupsi

FOKUS, dawainusa.com – Pernyataan Kepada Desa (Kades) Bere, Cibal Barat, Manggarai, NTT, Ignasius Beon yang menyebut bahwa warga Kampung Nanga tidak pernah mengusulkan pengadaan air minum bersih di forum desa dinilai tidak benar alias bohong.

Dalam keterangan yang disampaikan kepada Dawainusa.com pada Sabtu (22/12), Ketua RT Nanga, Angelus Barus menjelaskan bahwa setiap kali diundang dan menghadiri rapat atau musyawarah desa, pihaknya selalu menyampaikan persoalan air minum bersih ini kepada pemerintah desa.

“Apa yang disampaikan oleh Pak Ignasius Beon (Kades Bere) itu bohong. Dalam setiap rapat di desa, kami selalu usulkan pengadaan air minum bersih untuk Kampung Nanga,” jelas Angelus Barus di Nanga.

Hal yang sama juga ditegaskan oleh tokoh masyarakat dari Kampung Nanga, Yosep Ngebos. Ia menyampaikan bahwa tanggapan dari Kades Bere itu sangat mengada-ada.

Bahkan ketika mendengar pernyataan dari Kades Bere tersebut, Yosep Ngebos mengaku sangat marah, karena apa yang disampaikannya itu sama sekali tidak benar.

“Terus terang, saya marah dengan pernyataan dari Pak Ignasius Beon ini. Mungkin kalau dia keluarkan pernyataan begini pada saat rapat desa, saya pasti orang pertama yang akan menantangnya,” kata Yosep Ngebos dengan nada yang tegas.

Baca juga: Keluhan Warga Kampung Nanga Soal Air Minum Bersih

“Seperti yang telah disampaikan oleh Pak Angelus (Ketua RT), setiap kali kami diundang untuk menghadiri rapat di desa, kami selalu mengajukan permohonan untuk pengadaan air minum bersih di Kampung Nanga,” lanjut dia.

Sementara itu, tokoh pendidikan dari Kampung Nanga, Kosmas Jehamur juga menyatakan hal yang sama. Ia menjelaskan bahwa dalam setiap rapat desa, dirinya selalu membicarakan persoalan air minum bersih untuk Kampung Nanga.

“Saya pernah mengusulkan agar di beberapa titik yang letaknya di ketinggian mesti dibangun bak penampung air, misalnya dengan membeli tandon. Itu dilakukan agar air yang ada bisa ditampung dan kemudian dengan mudah disalurkan ke berbagai kampung yang ada, termasuk Kampung Nanga,” jelas Kosmas Jehamur.

“Saya juga pernah usul di rapat desa, kalau memang debit air yang ada sekarang berkurang, apa salahnya kita melakukan cara yang lebih modern, yakni undang ahli dan bor air di titik-titik yang ada air di dalam tanahnya,” kata Kosmas Jehamur.

Terkait usulan untuk melakukan bor air ini, Kosmas Jehamur menerangkan bahwa hal itu sebenarnya tidaklah sulit. “Pak Servas Lawang pernah menceritakan kepada kami soal cara bor air ini. Itu sangat mudah, dan tidak memakan biaya yang mahal. Apalagi kan sekarang ada dana desa. Jadi tidak sulit sebenarnya,” ungkap dia.

Tanggapan yang disampaikan oleh Ignasius Beon ini, bagi warga Kampung Nanga, mengindikasikan bahwa dirinya tidak memiliki kemauan apalagi komitmen untuk membangun desa, secara khusus bagi Kampung Nanga.

Tokoh adat Kampung Nanga lainnya, yakni Wilem Dosi bahkan menerangkan bahwa pembangunan yang terjadi di Desa Bere selama ini sangat politis. Ia mengatakan, dalam hal pembangunan, masyarakat Kampung Nanga tidak pernah diprioritaskan.

“Pembangunan di sini (Desa Bere) tidak pernah merata. Semuanya tergantung pada pilihan politik saat Pilkades beberapa tahun lalu. Siapa yang mendukung beliau (Kepala Desa Bere) pada saat Pilkades, mereka-lah yang paling banyak diperhatikan dalam hal pembangunan,” jelas Wilem Dosi.

Anak-anak di Kampung Nanga mandi dan minum air keruh di Sungai Wae Racang – Dawainusa

Soal Debit Air

Sebagaimana dalam berita yang diturunkan oleh Dawainusa.com sebelumnya, Kades Bere, Ignasius Bon juga berdalil bahwa salah satu alasan kenapa Warga Kampung Nanga tidak dapat menikmati air minum bersih ialah karena debit air yang ada sangat berkurang.

“Mata air kami debitnya kurang, makanya pembangunan air bersih kami fokus di Golo Koe. Nanti kami ukur lagi kekuatan air, baru bisa sambung ke Nanga, ” kata Beon.

Meski tidak dijelaskan kekuatan debit air untuk dialirkan ke Kampung Nanga, Ia mengaku tidak akan membuka jaringan air minum ke Kampung Nanga supaya tidak sia-sia. “Percuma nanti kita buka jaringan pipa ke Nanga kalau kondisi debit air kita kurang. Kita pasang pipa tapi air tidak jalan, kan sia-sia, ” jelas Beon.

Dawainusa.com kemudian menggali informasi dari warga di Kampung Nanga terkait debit air ini. Warga Kampung Nanga menegaskan bahwa dalil yang disampaikan oleh Kepala Desa Bere ini sangat tidak masuk akal.

Ada beberapa alasan yang diajukan oleh warga Kampung Nanga untuk memperkuat pernyataannya tersebut. Pertama, secara topografis, letak Kampung Nanga berada di dataran yang sangat rendah, sementara sumber air yang dimanfaatkan oleh kampung selain Kampung Nanga di Desa Bere selama ini berada di dataran yang lebih tinggi.

Baca juga: Warga Minum Air Kali, Kades Bere: Tak Pernah Ada Usulan Pembangunan Air Bersih

“Soal debit air, Wae Ngeluk mempunyai debit air yang sangat besar. Masalahnya sekarang ialah bagaimana pemerintah desa sendiri mau mengelolah sumber air tersebut, dan soal pengadaan jaringan ke Kampung Nanga,” jelas warga Kampung Nanga.

Pihak Dawainusa.com sendiri memang belum melihat secara langsung mata air yang disebutkan itu. Akan tetapi, dari pengakuan warga Kampung Nanga, letak “Wae Ngeluk” itu sendiri berada di tempat yang sangat tinggi jika dibandingkan dengan letak Kampung Nanga.

Selain itu, dari berbagai informasi yang dihimpun, ternyata sumber air bersih di Desa Bere tidak hanya berasal dari “Wae Ngeluk”. Ada juga sumber air lainnya yang sangat besar, yakni “Wae Lindi” yang terletak di dekat Kampung Cipi.

Air yang ada di “Wae Lindi” ini disalurkan ke empat kampung besar, yakni Kampung Cipi, Kampung Golo Koe, Kampung Roho, Kampung Golo Munde. Anehnya, kalau dilihat dari kondisi topografis, letak keempat Kampung yang dialiri air dari “Wae Lindi” tersebut berada di ketinggian.

Alasan kedua ialah terkait dengan usulan yang pernah disampaikan oleh Kosmas Jehamur dalam rapat desa soal bor air. Warga Kampung Nanga mengatakan bahwa kalau memang mata air yang ada sekarang tidak dimungkinkan untuk disalurkan ke Kampung Nanga;

“Kenapa Pemerintah Desa tidak pernah berinisiatif melakukan cara-cara yang lebih modern seperti bor air untuk menambah debit air tersebut? Apalagi banyak titik di wilayah Desa Bere yang potensi kandungan air di dalam tanahnya sangat melimpah.”

Terkait dengan ini, Yosep Ngebos kemudian menilai bahwa alasan yang disampaikan oleh Kades Bere tersebut sama sekali tidak berbobot, tidak argumentatif, dan tidak sesuai dengan fakta.

“Kalau dia (Kades Bere) mengatakan begitu, lalu kenapa air yang dari mata air itu (Wae Lindi) bisa mengalir ke Kampung Munde? Padahal kalau dilihat dari keadaannya, Kampung Munde ini berada sangat jauh dari sumber air yang ada dan letaknya berada di ketinggian,” terang dia.

Bak Air yang berada di Kampung Akel, Desa Bere. Sumber airnya berasa dari “Wae Ngeluk”. Sampai saat ini, volume airnya melimpah bahkan banyak yang dibuang begitu saja – Dawainusa

Pengerjaan Jaringan Air Tidak Melalui Musyawarah Desa

Dawainusa.com lebih lanjut menelusuri soal berbagai program pengadaan air minum bersih yang pernah ada di Desa Bere selama ini. Dari keterangan sumber yang tidak mau disebutkan namanya, pada bulan Mei lalu, ada tim dari kabupaten yang melakukan sosialisasi program di Desa Bere bersama para aparat desa.

Program itu diketahui ialah PAMSIMAS (Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat), yakni salah satu program yang dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia dengan dukungan Bank Dunia. Program ini difokuskan untuk wilayah perdesaan dan pinggiran kota.

“Pada saat sosialisasi, tim dari kabupaten – sebagai fasilitator program PAMSIMAS ini – meminta kepada Pemerintah Desa untuk melakukan identifikasi masalah yang ada di Desa Bere. Saat itu, aparat desa mengungkapkan kepada tim tersebut bahwa masalah utama yang terjadi di Desa Bere ialah air minum bersih,” ungkap sumber tersebut.

Bahkan, pada saat sosialisasi ini, sumber itu mengatakan bahwa dirinya pernah menyuarakan, “Kalau bisa program PAMSIMAS ini dipakai untuk pengadaan air minum bersih di Kampung Nanga. Sebab, Kampung Nanga merupakan satu-satunya kampung yang ada di desa tersebut yang tidak tersentuh oleh air minum bersih.”

Baca juga: Tiga Prioritas Pembangunan di Kabupaten Manggarai Tahun 2018

“Namun, pada saat sosialisasi program tersebut, tidak ada kejelasan apakah Pemerintah Desa Bere akan menindaklanjuti hal tersebut. Tiba-tiba, pada bulan November lalu, ada beberapa pipa yang didatangkan ke Desa Bere dan diturunkan tepat di depan rumah pribadi Kepala Desa Bere yang terletak di Kampung Akel,” jelas dia.

“Beberapa minggu lalu, pipa tersebut digunakan untuk pemeliharaan jaringan air yang bersumber dari “Wae Ngeluk”. Semua pipa lama yang ada diganti dengan pipa yang baru. Padahal pipa lama (yang diketahui berasal dari PPIP atau Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan tahun 2014/2015 dengan total dana Rp250 juta) masih sangat bagus. Kalau dilihat dari kualitasnya, pipa lama itu sangar kuat, karena terbuat dari bahan karet, dan tidak mudah pecah walaupun diinjak ban mobil,” jelas sumber tersebut.

Sumber tersebut mengungkapkan bahwa pemeliharaan jaringan air tersebut tidak pernah disinggung apalagi dibicarakan di dalam rapat atau musyawarah desa. Masyarakat Desa Bere sendiri juga mengaku, mereka tidak tahu bahwa akan ada pengerjaan jaringan air di desanya. Apalagi, saat pengerjaannya, tidak ada papan tender yang terpasang di sana.

Sejumlah pipa sisa yang dipakai dalam pemeliharaan jaringan air di Desa Bere. Pipa ini diduga dibeli dari dana program PAMSIMAS. Saat ini, pipa tersebut ada tepat di depan ruma Kades Bere – Dawainusa

Dari Dugaan Ada Program PAMSIMAS hingga Dugaan Korupsi

Lebih lanjut, kepada Dawainusa.com, seorang sumber yang tidak mau disebutkan namanya juga mengatakan bahwa ada dugaan bahwa dana yang dipakai dalam pengerjaan pemeliharaan jaringan air tersebut bersumber dari program PAMSIMAS.

Ia bahkan mengatakan bahwa dari informasi yang diketahuinya, ada dugaan bahwa dana yang didapatkan dari program PAMSIMAS untuk persoalan air minum bersih di Desa Bere itu mencapai Rp175 juta.

Selain itu, sumber tersebut juga melaporkan bahwa anggota-anggota pelaksana program tersebut tidak ditetapkan melalui musyawarah desa. Ia mengatakan, semua anggota yang mengerjakan program itu ditetapkan secara sepihak oleh Kades Bere.

Padahal, demikian dia, berdasarkan ketentuan Undang-undang, semuanya harus melalui musyawarah desa. Apalagi, jelas dia, ada badan khusus di desa yang sebenarnya bertanggung jawab untuk persoalan air ini.

Baca juga: Alokasi Dana Desa untuk NTT Pada 2018 Mencapai Rp2,5 Triliun

“Ada divisi yang mengurus segala hal terkait air. Orang-orang di dalamnya ditentukan secara resmi melalui musyawarah desa. Mereka bahkan mendapatkan gaji setiap bulan dari Dana Desa. Tetapi, saat pengerjaan air ini, mereka ini tidak dipakai. Ada apa?” kata sumber tersebut.

Bahkan ia menemukan bahwa setelah diselidiki soal jumlah pengeluaran untuk pembelian pipa yang digunakan dalam pengerjaan pemeliharaan jaringan air yang sudah berlangsung tersebut, hanya menghabiskan dana mencapai Rp36 juta. Karena itu, ia mempertanyakan;

“Kalau memang benar dugaan bahwa pengerjaan pemeliharaan jaringan air tersebut ialah dari program PAMSIMAS dengan jumlah dana mencapai Rp175 juta, kemana sisa dana tersebut, yakni yang jumlahnya Rp139 juta?”

Adapun untuk mengetahui kebenaran di balik pengakuan atau keterangan dari berbagai sumber tersebut, Dawainusa.com sendiri masih berusaha menelusurinya lebih lanjut.*

Selengkapnya: Soal Air Minum, dari Sebut Kades Bere Bohong hingga Dugaan Korupsi

#dawai #nusa #nusantara

Kemocengrapi: https://www.dawainusa.com/soal-air-minum-dari-sebut-kades-bere-bohong-hingga-dugaan-korupsi/

Gubernur Papua: Momen Natal, Tidak Boleh Ada TNI dan Polri di Nduga

PAPUA, dawainusa.com – Gubernur Papua, Lukas Enembe, menyebutkan dirinya akan bertemu Presiden Joko Widodo untuk meminta agar pasukan gabungan TNI dan Polri segera ditarik dari Kabupaten Nduga.

“Saya sebagai gubernur Papua, meminta kepada presiden RI untuk menarik pasukan yang ada di Kabupaten Nduga. Ini adalah momen Natal, tidak boleh lagi ada TNI dan Polri di sana,” jelas Lukas Enembe seperti dilansir BBC, Kamis (20/12) malam.

Lukas menambahkan, terkait persoalan di Nduga, pihaknya akan membentuk tim independen untuk mengungkap sejumlah peristiwa yang terjadi sehingga tidak ada lagi kekerasan terhadap masyarakat di Nduga.

Baca juga: Latar Indonesia, Saat ‘Malam Kudus’ Diciptakan 200 Tahun Lalu

Tim tersebut akan terdiri dari Pemprov Papua, DPR Papua, Majelis Rakyat Papua (MRP), tokoh agama, tokoh masyarakat, LSM, Komnas HAM serta pihak terkait lainnya.

“Pasukan harus ditarik. Kita berbelasungkawa apa yang terjadi pertama dan saat ini. Sudah cukup, jangan lagi ada korban jiwa di sana. Masyarakat belum diungsikan, mereka sudah masuk (kejar pelaku). Makanya kami minta tarik semua dulu,” tegasnya.

Bukannya Kedamaian Natal, Tetapi Ketakutan Mencekam

Ungkapan senada disampaikan Ketua DPR Papua, Yunus Wonda. Menurutnya, ia mendapat laporan bahwa pengejaran yang dilakukan TNI terhadap Kelompok Kriminal bersenjata (KKB) telah membuat masyarakat ketakutan.

“Rakyat semakin trauma, ketakutan. Mereka lari ke hutan. Kami minta hentikan semua pergerakan di Nduga, tarik seluruh pasukan keluar dari sana,” ungkapnya.

Baca juga: Prabowo Akan Hadiri Natal Nasional Gerindra di Atambua

Penarikan pasukan itu, menurut Yunus, perlu dilakukan agar masyarakat Nduga dapat merayakan Natal bersama keluarga.

“Biarkan masyarakat Papua di beberapa distrik di sana yang hari ini menjadi daerah operasi militer, merayakan Natal bersama anak istri mereka. Ini bulan suci yang harus dihormati semua orang. Bukannya sukacita Natal, kedamaian Natal, tapi yang terjadi ketakutan mencekam di sana,” paparnya.

Tidak hanya itu, Yunus juga mempertanyakan apa saja yang dilakukan TNI di kawasan Kabupaten Nduga sejak pengejaran dilakukan awal Desember lalu.

“Sudah berapa minggu TNI di sana? Kami belum dengar mereka ditangkap, tidak ada sampai hari ini,” pungkasnya.

Korban Berjatuhan di Nduga

Pada 1 Desember 2018 lalu, terjadi penembakan ke sejumlah pekerja PT Istaka Karya yang sedang membangun jembatan di Kabupaten Nduga sebagai bagian dari proyek Trans Papua.

Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) mengaku melakukan penyerangan tersebut. Pasukan gabungan TNI dan Polri kemudian melakukan pengejaran terhadap pelaku.

Baca juga: Makna Dibalik 7 Simbol Natal

Namun, TPNPB-OPM menyebut pasukan keamanan Indonesia “menjatuhkan bom menggunakan helikopter di perkampungan warga” Kabupaten Nduga.

Mengutip BBC, Wakil Bupati Nduga Wentius Nimiangge menyebutkan, pihaknya menemukan dua jenazah di distrik Mbua, satu di distrik Dal, dan satu di Mbulmu Yalma. Menurutnya, kedua jenazah itu merupakan warga sipil yang melarikan diri ke hutan.

Sementara itu, Kepala Penerangan Kodam Cendrawasih, Kolonel Muhammad Aidi, menegaskan bahwa TNI tidak pernah melakukan penyerangan terhadap warga sipil.

Aidi menegaskan, “Tidak bisa dipastikan kalau mayat-mayat itu murni warga sipil” karena mereka ditemukan di lokasi terjadinya penyerangan terhadap pasukan TNI.*

Selengkapnya: Gubernur Papua: Momen Natal, Tidak Boleh Ada TNI dan Polri di Nduga

#dawai #nusa #nusantara

Kemocengrapi: https://www.dawainusa.com/gubernur-papua-momen-natal-tidak-boleh-ada-tni-dan-polri-di-nduga/

Latar Indonesia, Saat ‘Malam Kudus’ Diciptakan 200 Tahun Lalu

SENANDUNG, dawainusa.com – Lagu ‘Malam Kudus’ kini menjadi salah satu lagu Natal yang paling populer di dunia. Namun, belum banyak yang tahu bahwa ada latar Indonesia saat lagu dengan judul asli Stille Nacht itu diciptakan.

Tepat pada tanggal 25 Desember 2018 mendatang, Austria turut memperingati 200 tahun diciptakannya lagu Malam Kudus yang juga umum dikenal dengan penyebutan ‘Silent Night, Holy Night’.

Dilansir stillenacht.com, laman yang khusus dipersembahkan untuk peringatan itu, sejumlah acara dilangsungkan di seantero Austria untuk turut merayakan dua abad usia lagu yang kini telah diterjemahkan ke dalam pelbagai bahasa dunia itu.

Baca juga: Makna Dibalik 7 Simbol Natal

Malam Kudus pertamakali dikumandangkan dalam perayaan natal di gereja Oberndorf Austria, 200 tahun yang lalu. Lagu tersebut merupakan hasil kolaborasi antara organis gereja Oberndorf, Franz Xaver Gruber, dan penulis sang penulis teks, Joseph Mohr.

“Hari itu 24 Desember 1818, Josef Mohr datang ke gereja di Oberndorf dan menyerahkan sebuah sajak kepada saya, dengan permohonan untuk menciptakan melodi dengan dua suara solo dan suara koor dengan iringan gitar,” demikian kisah yang pernah dituturkan Franz Xaver Gruber.

Keesokannya, dalam kebaktian Natal 25 Desember 1818 di desa kecil Oberndorf, untuk pertamakalinya Malam Kudus dinyanyikan. Lagu itu dibawakan dengan dua suara pria, Joseph Mohr dan Franz Xaver Gruber, diiringi petikan gitar Joseph Mohr.

‘Malam Kudus’ dan Letusan Tambora 200 Tahun Lalu

Teks lagu Malam Kudus awalnya merupakan puisi berjudul Stille Nacht yang telah ditulis Joseph Mohr pada 1816, dua tahun sebelum digubah menjadi lagu dan dinyanyikan untuk pertamakalinya. Puisi itu ditulisnya saat masyarakat Eropa sedang dilanda kelaparan dan kesulitan luar biasa.

Diceritakan, Napoleon Bonaparte telah melumpuhkan, menjarah dan membakar seluruh bentangan tanah Eropa melalui serangkaian perang dan kampanye militer yang dilakukannya dalam periode 1792 hingga 1815.

Kekejaman perang itu berakhir saat tanggal 1 Mei 1816, ketika Salzburg, negara bagian Austria, tempat Joseph Mohr hidup, diserahkan kepada sebagai hasil dari Perjanjian Munich.

Baca juga: Prabowo Akan Hadiri Natal Nasional Gerindra di Atambua

Stille Nacht , teks lagu Malam Kudus yang telah diterjemahkan ke dalam pelbagai bahasa dunia – stillenacht.net

Namun, penderitaan mereka ternyata tidak berhenti sampai di situ. Letusan Gunung berapi Tambora di Indonesia pada April 1815, ternyata menjadi bencana alam dengan konsekuensi global hingga setahun setelahnya. Pasca letusan itu, suhu rata-rata di seluruh dunia turun hingga dua derajat.

Dalam catatan sejarah Eropa, tahun 1816 menjadi “Tahun Tanpa Musim Panas” akibat perubahan iklim yang dipicu kedahsyatan letusan gunung Tambora di Sumbawa, Indonesia. Hasil panen para petani Eropa menjadi rusak akibat hujan dan salju yang tak berkesudahan.

Masyarakat Austria pun turut menanggung beban itu. Gagal panen yang luar biasa berujung pada kelaparan yang merajalela. Para petani dan masyarakat menjadi putus asa dan apatis. Penderitaan akibat situasi itu membuat orang-orang menganggap bencana itu sebagai “hukuman dari Tuhan”.

Dalam kondisi itulah puisi Stille Nacht (Malam Kudus) ditulis oleh Joseph Mohr (1792 – 1848), seorang pastor Austria yang mendedikasikan hidupnya bagi kaum miskin dan tertindas.

Baca juga: 10 Alasan yang Membuat Orang Merindukan Kota Ruteng

Sadar akan kecemasan dan penderitaan yang dialami bangsanya, Stille Nacht itu ditulis sebagai harapan akan penyelamatan dari penderitaan melalui kelahiran Yesus Kristus. Di dalamnya, Joseph Mohr juga sekaligus mengungkapkan keyakinannya akan cinta Tuhan yang abadi kepada ciptaannya di dunia.

Pada tahun 2011, Malam Kudus dinyatakan sebagai warisan budaya takbenda oleh UNESCO dan telah dianggap sebagai salah satu lagu tentang perdamaian dunia.

Stille Nacht, ‘Malam Kudus’ dalam Teks Aslinya

Berikut teks asli lagu Malam Kudus yang dinyanyikan pertamakali oleh Joseph Mohr dan Franz Xaver Gruber di Oberndorf Austria, 200 tahun yang lalu.

Stille Nacht! Heilige Nacht!
Alles schläft, einsam wacht
Nur das traute hochheilige Paar.
Holder Knabe im lockigen Haar,
Schlaf in himmlischer Ruh!
Schlaf in himmlischer Ruh!

Stille Nacht! Heilige Nacht!
Gottes Sohn, o wie lacht
Lieb aus deinem göttlichen Mund,
Da uns schlägt die rettende Stund‘.
Christ, in deiner Geburt!
Christ, in deiner Geburt!

Stille Nacht! Heilige Nacht!
Die der Welt Heil gebracht,
Aus des Himmels goldenen Höh‘n
Uns der Gnaden Fülle lässt seh‘n
Jesus, in Menschengestalt,
Jesus, in Menschengestalt

Stille Nacht! Heilige Nacht!
Wo sich heute alle Macht
Väterlicher Liebe ergoss
Und als Bruder huldvoll umschloss.
Jesus, die Völker der Welt,
Jesus, die Völker der Welt.

Stille Nacht! Heilige Nacht!
Lange schon uns bedacht,
Als der Herr vom Grimme befreit,
In der Väter urgrauer Zeit
Aller Welt Schonung verhieß,
Aller Welt Schonung verhieß.

Stille Nacht! Heilige Nacht!
Hirten erst kundgemacht
Durch der Engel Halleluja,
Tönt es laut von ferne und nah:
Christus, der Retter, ist da!
Christus, der Retter ist da!*

Selengkapnya: Latar Indonesia, Saat ‘Malam Kudus’ Diciptakan 200 Tahun Lalu

#dawai #nusa #nusantara

Kemocengrapi: https://www.dawainusa.com/latar-indonesia-saat-malam-kudus-diciptakan-200-tahun-lalu/

Prabowo Akan Hadiri Natal Nasional Gerindra di Atambua

KUPANG, dawainusa.com – Calon Presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto, dijadwalkan akan hadir dalam acara perayaan Natal Nasional Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) pada Kamis (27/12) di Atambua, Nusa Tenggara Timur (NTT). Demikian diungkapkan oleh Ketua DPD Partai Gerindra NTT, Esthon Foenay.

“Untuk Natal nasional Gerindra kali ini pak Prabowo lebih memilih di NTT khususnya di Kota Atambua Kabupaten Belu yang adalah wilayah perbatasan,” jelas Esthon kepada Antara di Kupang, Jumat (21/12).

Esthon menjelaskan, perayaan Natal Nasional Gerindra tersebut digelar oleh organisasi sayap Gerindra, yakni Gerakan Kristiani Indonesia Raya (Gekira) bekerja sama dengan Gekira Kupang dan Gekira Atambua.

Prabowo Suabianto dijadwalkan akan tiba di Kupang pada Rabu (26/12). Selanjutnya, Ketua Umum Partai Gerindra itu akan bertolak ke Atambua di hari berikutnya, Kamis (27/12), untuk mengikuti perayaan Natal bersama tersebut.

Baca juga: Prabowo: Kalau Kita Kalah, Indonesia Bisa Punah

Mengapa Natal di Atambua

Atambua, ibukota Kabupaten Belu, merupakan kota kabupaten yang berada di daerah perbatasan antara Indonesia dengan Republik Demokrat Timor Leste (RDTL).

Dalam keterangannya kepada wartawan, Esthon menerangkan, salah satu alasan kehadiran Prabowo Subianto dalam acara Natal Nasional Gerindra tersebut adalah untuk mengenang kembali masa perjalanannya saat bertugas di Timor Leste.

Selain akan menyempatkan diri untuk melayat ke taman makam pahlawan di Atambua, menurut Esthon, kunjungan Prabowo juga akan menjadi ajang silaturahmi dengan kenalannya sesama pejuang di kota tersebut.

“Beliau rindu untuk bertemu dengan kenalannya sesama pejuang di Atambua, karena punya kenangan di sana,” jelasnya.

Baca juga: Menagih Janji Kampanye Damai Jokowi-JK dan Prabowo-Sandi

Dalam kunjungannya ke kota yang juga pernah dikunjungi oleh Sukarno pada tahun 1945 itu, Prabowo juga akan menemui Wilfrida Soik, TKI asal NTT yang pernah dibantunya selamat dari tiang gantungan Malaysia.

“Beliau juga akan bertemu dengan para Kader Gerindra Caleg serta seluruh organisasi sayap, kemudian dijadwalkan akan bertemu dengan seorang TKI asal NTT beranam Wilfrida Soik yang terselamatkan setelah dibebaskan oleh Prabowo beberapa tahun lalu,” papar Esthon.

Lanjut ke Perayaan Natal di Ambon

Selepas kunjungannya ke Atambua, Prabowo Subianto juga dipastikan hadir dalam perayaan natal DPD Partai Gerindra Maluku di Ambon, Jumat (28/12) sore. Demikian diungkapkan Ketua DPD Partai Gerindra Maluku, Hendrik Lewerissa.

“Itu perayaan natal. Partai Gerindra kan bikin perayaan natal. Kita undang beliau datang,” tuturnya seperti dikutip Kumparan, Kamis (20/12).

Baca juga: Sandiaga Uno: Debat Capres-Cawapres Jangan Seperti Cerdas Cermat

Lewerissa mengungkapkan, perayaan natal tersebut merupakan bagian dari kegiatan internal partai Gerindra. Meski demikian, warga kota Ambon juga akan diundang untuk menghadiri acara itu.

“Itu acara internal partai melibatkan warga dan jemaat di kota. Prabowo hadir ya untuk menyampaikan pesan-pesan natal kan,” tuturnya.

Lewerissa memastikan, tidak ada agenda kampanye terselubung dalam perayaan natal nanti. “Bukan kampanye. Mana ada orang kampanye di perayaan natal?” tegasnya.

Menurut rencana, Prabowo Subianto akan tiba di Ambon pada Kamis (27/12) malam. Sebelum menghadiri perayaan Natal di Baileo Oikumene, Lewerissa menuturkan, Calon Presiden nomor urut 02 itu akan melangsungkan Shalat Jumat di Masjid Alfatah Ambon.

“Nanti beliau tiba tanggal 27 malam, setelah itu beliau istrahat. Besoknya jumatan. Sorenya hadiri perayaan natal, dan pulang ke Jakarta,” pungkasnya.*

Selengkapnya: Prabowo Akan Hadiri Natal Nasional Gerindra di Atambua

#dawai #nusa #nusantara

Kemocengrapi: https://www.dawainusa.com/prabowo-akan-hadiri-natal-nasional-gerindra-di-atambua/

Warga Minum Air Kali, Kades Bere: Tak Pernah Ada Usulan Pembangunan Air Bersih

RUTENG, dawainusa.com – Krisis air bersih telah bertahun-tahun melanda kampung Nanga, Desa Bere, Kecamatan Cibal Barat, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur.

Seperti yang diberitakan sebelumnya, untuk pemenuhan air minum, warga di kampung yang berbatasan dengan Kecamatan Rahong Utara dan Kecamatan Wae Ri’i ini terpaksa menimba air dari kali Wae Racang.

Adapun air yang mereka timba dari kali Wae Rasang tersebut saat musim hujan menjadi keruh karena bercampur lumpur. Tetapi karena kali Wae Racang merupakan satu-satunya sumber air, warga terpaksa mengkonsumsi air tidak bersih saat musim penghujan.

Baca juga: Keluhan Warga Kampung Nanga Soal Air Minum Bersih

Anak-anak kampung Nanga menimba air di kali Wae Racang untuk dikonsumsi sebagai air minum – Foto: Dawainusa.com

Kades Sebut Debit Air Kurang

Krisis air yang melanda kampung Nanga ini diakui oleh Pemerintah Desa setempat. Kepala Desa Bere (Kades) Ignasius Beon, saat dikonfirmasi Dawainusa.com, Jumat (21/12) siang, mengatakan penyebab krisis air di kampung tersebut adalah karena debit air yang kecil.

“Mata air kami debitnya kurang, makanya pembangunan air bersih kami fokus di Golokoe. Nanti kami ukur lagi kekuatan air, baru bisa sambung ke Nanga, ” kata Beon.

Meski tak dijelaskan kekuatan debit air untuk dialirkan ke kampung Nanga, Ia mengaku tidak membuka jaringan air minum ke kampung Nanga supaya tidak sia-sia.

“Percuma nanti kita buka jaringan pipa ke Nanga kalau kondisi debit air kita kurang. Kita pasang pipa tapi air tidak jalan kan sia-sia, ” jelas Beon.

Baca juga: Ujaran Viktor Laiskodat, Apakah Sebatas Omong Besar?

Saat hujan air kali wae racang berubah menjadi keruh berlumpur – Foto: Dawainusa.com

Warga Kampung Nanga Tidak Pernah Usulkan Air Bersih

Tak hanya karena debit air kurang, Kades Beon juga menjelaskan, selama ini warga kampung Nanga tidak pernah usulkan pembangunan air bersih dalam forum desa.

Menurut dia, saat musyawarah desa pada bulan September lalu, warga dari kampung tersebut hanya mengusulkan pembangunan jalan setapak, rabat, dan pembukaan jalan baru.

“Waktu musyawarah Desa pada bulan September, warga Nanga hanya usulkan pembangunan rabat, jalan setapak, dan pembukaan jalan baru. Mereka tidak pernah mengusulkan pembangunan air bersih,” jelasnya.

Baca juga: ASN NTT Diwajibkan Pakai Sabun Daun Kelor Mulai 2019

Dia menambahkan, ketiga usulan warga kampung Nanga ini sudah ada yang terealisasi, berupa pembangunan jalan setapak.

“Usulan warga sudah kita jalankan, pembukaan jalan baru, setapak, dan rabat di sana juga untuk membantu warga datang ke tempat mereka timba air di Wae Rasang selama ini,” tegasnya.

Dia berharap, warga Kampung Nanga bersedia untuk musyawarah kembali dengan Pemerintah Desa jika kebutuhan mereka adalah air minum bersih.*

Selengkapnya: Warga Minum Air Kali, Kades Bere: Tak Pernah Ada Usulan Pembangunan Air Bersih

#dawai #nusa #nusantara

Kemocengrapi: https://www.dawainusa.com/kades-bere-tak-pernah-ada-usulan-pembangunan-air-bersih/

Keluhan Warga Kampung Nanga, Desa Bere Soal Air Minum Bersih

RUTENG, dawainusa.com – Warga Kampung Nanga, Desa Bere, Kecamatan Cibal Barat, Kabupaten Manggarai, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) mengeluh soal kekurangan air minum bersih di daerah tersebut.

Kepada Dawainusa.com, salah seorang warga yang diketahui berinisial RG mengungkapkan bahwa sudah bertahun-tahun lamanya, seluruh warga di kampungnya itu sama sekali tidak pernah merasakan atau menikmati air minum bersih.

Untuk memenuhi segala kebutuhan yang terkait dengan air semisal untuk minum, masak, mandi, dan cuci, mereka secara terpaksa harus menggunakan air kali yang mengalir di Sungai Wae Racang, yang sebenarnya sangat tidak layak untuk dimanfaatkan warga. Jarak antara Kampung Nanga dengan Sungai Wae Racang tersebut sekitar 200 meter.

Baca juga: PDAM Labuan Bajo Siap Kelolah Kapal Pengangkut Air

“Air yang mengalir di Sungai Wae Racang ini bersumber dari sejumlah titik di seputaran Kota Pagal dan Kota Ruteng. Kondisi airnya sangat kotor dan keruh.” jelas RG kepada Dawainusa.com, Kamis (20/12).

“Kalau musim hujan, airnya akan berubah warna menjadi kuning, bahkan berwarna cokelat, karena sudah dicampuri oleh lumpur, dan juga kotoran-kotoran jenis lainnya,” lanjut dia.

Memang bahwa di saat musim hujan seperti itu, untuk mendapatkan air minum, para warga memanfaatkan air hujan. Caranya ialah dengan menyediakan tempat-tempat penadah atau bak-bak penampung air.

“Tetapi parahnya, kalau ada hujan lebat di Pagal dan Ruteng, sementara di kampung kami tidak ada hujan. Nah, Sungai Wae Racang ini sudah pasti akan banjir. Airnya akan menjadi kotor dan penuh lumpur. Pada saat seperti ini, kami terpaksa tetap menimbah air yang kotor dan penuh lumpur itu, sebab tidak ada sumber air alternatif yang dapat kami manfaatkan,” ungkap RG.

Tidak Ada Perhatian dari Pemerintah

Terkait keluhan warga ini, Dawainusa.com kemudian meminta keterangan dari tokoh masyarakat yang ada di Kampung Nanga. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan untuk menggali informasi apakah selama ini pemerintah setempat pernah memerhatikan masalah air di kampung tersebut.

Diketahui, dari keterangan yang disampaikan oleh salah seorang tokoh masyarakat yang diketahui berinisial YH, ternyata pemerintah di wilayah tersebut tidak pernah memberikan perhatian atas masalah air minum bersih yang menjadi persoalan utama di Kampung Nanga ini.

Selama ini, demikian YH menjelaskan, sudah banyak warga Kampung Nanga yang memberikan keluhan bahkan mengajukan pengaduan kepada pemerintah desa atas masalah air tersebut.

Akan tetapi, semuanya itu tidak pernah ditanggapi secara serius oleh pemerintah desa setempat. Bahkan, mereka menemukan kesan bahwa pemerintah desa “masa bodoh” atas persoalan ini.

“Sejak zaman Kepala Desa Petrus Den sampai dengan kepala desa sekarang (Ignasius Beon), Kampung Nanga tidak pernah tersentuh dengan program air minum bersih,” jelas YH.

“Kami sudah sering membicarakan hal ini kepada pemerintah desa. Akan tetapi, sampai saat ini tidak ada jawaban dari mereka. Kami juga sudah bosan membicarakan masalah ini terus kepada mereka,” kata dia.

Sementara itu, tokoh masyarakat lainnya yang diketahui berinisial JM menyentil soal keberadaan dana desa di wilayah tersebut. Ia mengatakan bahwa “kenapa pemerintah desa tidak memanfaatkan dana desa untuk mengatasi masalah ini?”

“Setahu kami, pemerintah pusat sudah beri dana kepada setiap desa untuk pembangunan desa tersebut, dan ini diberikan setiap tahun. Dana ini jumlahnya bukan main. Yang kami tahu angkanya sampai miliaran. Nah, kemana dana desa tersebut? Kenapa tidak dipakai untuk pengadaan air minum bersih di kampung kami?” ujar JM dengan penuh kecurigaan.

Adapun Dawainusa.com sudah berusaha meminta tanggapan dari kepada Kepala Desa Bere terkait keluhan sejumlah warga ini. Akan tetapi, hingga berita ini diturunkan, Kepala Desa Bere, Ignasius Beon belum berhasil dihubungi untuk dimintai tanggapan.

Foto-Foto Kondisi Warga Kampung Nanga yang Menimbah Air Keruh

Berikut aktivitas warga Kampung Nanga, Desa Bere, Kecamatan Cibal Barat seputar usaha mendapatkan air minum yang berhasil dipotret Dawainusa.com.

Anak-anak Kampung Nanga usai menimbah air di Sungai Wae Racang – Dawainusa.com
Anak-anak Kampung Nanga sedang mandi di Sungai Wae Racang – Dawainusa.com
Anak-anak Kampung Nanga sedang menimbah air di Sungai Wae Racang – Dawainusa.com

Selengkapnya: Keluhan Warga Kampung Nanga, Desa Bere Soal Air Minum Bersih

#dawai #nusa #nusantara

Kemocengrapi: https://www.dawainusa.com/keluhan-warga-kampung-nanga-desa-bere-soal-air-minum-bersih/

Sandiaga Uno: Debat Capres-Cawapres Jangan Seperti Cerdas Cermat

BLITAR, dawainusa.com – Calon wakil Presiden (Cawapres) nomor urut 02, Sandiaga Uno berharap agar debat Capres-Cawapres yang akan diselenggarakan oleh KPU mulai Januari 2019 mendatang tidak menjadi ajang seperti cerdas cermat.

Dalam safari politiknya di Blitar, Rabu (19/12) malam, Sandiaga mengungkapkan, ia berharap agar debat Capres-Cawapres nanti tidak menjadi ajang saling serang tetapi lebih sebagai media untuk penyampaian visi-misi sehingga mencerahkan masyarakat.

“Kami siapkan agar debat ini tidak menjadi ajang saling serang, jangan jadi ajang seperti cerdas cermat, tapi peluang ke masing-masing pasangan calon mengutarakan visi misi,” ungkapnya seperti dilansir Republika.

Baca juga: Prabowo: Kalau Kita Kalah, Indonesia Bisa Punah

Sandiaga juga ingin agar dalam debat Capres-Cawapres mendatang, KPU dapat memberikan format yang berbeda. Dengan demikian, ia dengan pasangannya Prabowo Subianto, serta Joko Widodo dan KH. Makruf Amin bisa merasa lebih nyaman.

“Karena Pak Kiai, Pak Presiden, saya dan Pak Prabowo akan lebih nyaman dalam setting yang baru dan inovasi, supaya jangan terjebak dengan aksi debat yang tidak mencerminkan jati diri bangsa, kearifan,” ungkapnya.

Pada kesempatan yang sama, selain terkait debat Capres-Cawapres, Sandiga juga menyampaikan harapannya agar Pemilu Presiden 2019 nanti tidak menjadi saling permusuhan, melainkan kesempatan untuk dapat saling menyatukan gagasan demi kemajuan bangsa.

Dalam safari politiknya di Blitar, Sandiga sempat berziarah ke makam mantan Presiden Soekarno di Kelurahan Bendogerit, Kecamatan Sanan Wetan, Kota Blitar.

Mantan Wakil Gubernur Jakarta tersebut juga bertemu para pengusaha ternak ayam di Kecamatan Kademangan, bertemu dengan para pendukung di Kecamatan Srengat, serta bertemu dengan para tokoh hingga pengusaha di Kabupaten Tulungagung.

Jadwal dan Tema Debat Capres-Cawapres 2019

Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah memutuskan bahwa debat Capres-Cawapres 2019 mendatang akan dilangsungkan sebanyak lima kali di DKI Jakarta.

Baca juga: Menagih Janji Kampanye Damai Jokowi-JK dan Prabowo-Sandi

Dilansir Tribunnews, rencana debat itu telah disusun KPU bersama dengan tim kampanye pasangan calon presiden dan wakil presiden dalam Rapat Persiapan Debat Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Pemilu Pemilu 2019 yang digelar di ruang sidang utama Lt 2 KPU RI, Menteng, Jakarta, Rabu (19/12).

“Debat digelar lima kali. Debat berlokasi di Jakarta. Durasi debat 120 menit (2 jam,-red),” ujar Ketua KPU RI, Arief Budiman, Rabu (19/12).

Berikut Jadwal dan tema debat Capres-Cawapres 2019:

Debat I

Waktu: 17 Januari 2019

Lokasi: Hotel Bidakara, Pancoran, Jakarta Selatan

Tema: Hukum, HAM, Korupsi, dan Terorisme

Peserta: Pasangan calon presiden dan calon wakil presiden

Debat II

Waktu: 17 Februari 2019

Lokasi: Hotel Fairmont, Senayan

Tema: Energi, pangan, infrastruktur, sumber daya alam, lingkungan hidup

Peserta: Calon presiden

Debat III

Waktu: 17 Maret 2019

Lokasi: Hotel Sultan, Senayan

Tema: Pendidikan kesehatan, ketenagakerjaan, sosial dan budaya

Peserta: Calon wakil presiden

Debat IV

Waktu: 30 Maret 2019

Lokasi: Balai Sudirman, Tebet

Tema: Ideologi, pemerintahan keamanan serta hubungan internasional

Peserta: Calon presiden

Debat V

Waktu: Belum ditentukan

Lokasi: Hotel Bidakara, Pancoran

Tema: Ekonomi dan kesejahteraan sosial, keuangan, investasi, serta industri.

Peserta: Pasangan calon presiden dan calon wakil presiden*

Selengkapnya: Sandiaga Uno: Debat Capres-Cawapres Jangan Seperti Cerdas Cermat

#dawai #nusa #nusantara

Kemocengrapi: https://www.dawainusa.com/sandiaga-uno-debat-capres-cawapres-jangan-seperti-cerdas-cermat/

Masyarakat Satarmese Utara Diminta Aktif Awasi Pemilu 2019

RUTENG, dawainusa.com – Masyarakat Kecamatan Satarmese Utara, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT) diminta aKtif melakukan pengawasan proses pemilu 2019 mengingat terbatasnya jumlah personel pengawas pemilu.

Demikian disampaikan Ketua Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan (Panwascam) Satarmese Utara, Giovan Melianus Ontas, di sela-sela Sosialisasi Pengawasan Pemilu Partisipatif di Langke Majok, Manggarai, Rabu (19/12).

Baca juga: ASN NTT Diwajibkan Pakai Sabun Daun Kelor Mulai 2019

Ontas dalam sambutannya saat membuka acara tersebut mengatakan, kunci sukses penyelenggaraan pemilu 2019 ini bukan hanya tugas penyelenggara baik Panwas maupun KPU.

“Jumlah personil panwas dari tingkat Kabupaten hingga di Desa sangat terbatas jumlahnya. Jumlah yang mengawas tidak sebanding dengan jumlah pengawas,” kata Ontas.

Karena keterbatasan jumlah personel pengawas pemilu, dia melanjutkan, keterlibatan masyarakat dalam melakukan pengawasan setiap proses dalam pemilu 2019 ini sangat dibutuhkan.

“Dengan kondisi seperti ini, masyarakat diminta harus aktif melakukan pengawasan membantu tugas kami. Dalam kegiatan ini, kami mengundang para kepala desa, tokoh masyarakat, toko muda, serta pemilih pemula untuk bersama-sama melakukan pengawasan setiap proses pemilu di tempat masing-masing,” tandasnya.

Baca juga: Prabowo: Kalau Kita Kalah, Indonesia Bisa Punah

Dia berharap, penyelenggaraan pemilu tahun 2019 tingkat Kecamatan Satarmese Utara dapat berjalan aman dan tertib seperti pada pemilu sebelumnya.

Masyarakat Harus Jadi Garda Terdepan

Senada dengan Ketua Panwascam, Camat Satarmese Utara Alo Jebaru, meminta masyarakat menjadi garda terdepan dalam melakukan pengawasan pemilu.

Menurut Alo, dengan personel Panwascam yang terbatas, masyarakat harus menjadi garda terdepan dalam tugas pengawasan pemilu.

“Kita diharapkan menjadi garda terdepan untuk menjaga keamanan Pemilu 2019. Peran kita bantu Panwas melakukan pengawasan. Saya harap kita semua disini untuk membantu mereka. Membantu panwas, membantu polsek, membantu camat,” kata Jebaru.

Baca juga: Ujaran Viktor Laiskodat, Apakah Sebatas Omong Besar?

Dia juga meminta para ASN, termasuk kepala-kepala Desa, harus netral dalam melakukan pengawasan sehingga penyelenggaraan pemilu 2019 di Satarmese utara dapat berjalan aman dan damai.

“Saya juga minta para ASN harus netral. Tidak boleh ASN jadi kaki tangan dari calon atau kandidat tertentu,” tegasnya.

Dalam sosialisasi tersebut, turut hadir Ketua Panwas Kabupaten Manggarai Marselina Laurensia, Kapolsek Satarmese Gabriel M Taek, serta para Kepala Desa di Kecamatan Satarmese Utara.*

Selengkapnya: Masyarakat Satarmese Utara Diminta Aktif Awasi Pemilu 2019

#dawai #nusa #nusantara

Kemocengrapi: https://www.dawainusa.com/masyarakat-satarmese-utara-diminta-aktif-awasi-pemilu-2019/